Thursday 11 March 2010

Cari Jalan

Kami ber-6 akhirnya kumpul dan mencoba merundingkan gimana ya caranya supaya bisa sampe Asmat?? *hmm,, kalo ditanya di Jawa,, gimana caranya supaya bisa sampe Semarang atau Yogyakarta atau Surabaya sih gue tau... kalo gini di Jayapura,, ditanya gimana supaya bisa sampe Asmat,, meneketehe...:((...

Dengan pengetahuan terbatas, akhirnya kita mencoba menghubungi teman saya yang saat itu bertugaas di Asmat.. Well,, secara dia bertugas di wilayah yang ga ada sinyal, ya otomatis ga nyambung lah.. Jawabannya *maaf telpon yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar area, cobalah beberapa saat lagi...xixixixi..:))

Tapi kita ga putus asa *jreng..jreng.. Cari-cari info juga sampe kemana-mana,, bahkan kita sampe menghubungi pesawat carteran kecil2 macam AMA dan Aviastar. Siang itu setelah pengarahan,, masing-masing kelompok tampak rame dan ribut karena mencoba telpon kenalannya masing-masing. So, saran nih buat yang mo PTT,, jangan lupa cari2 kenalan, atau setidaknya no telpon dinkes setempat. Jaga2 supaya kita ga kayak anak ilang...:D

Tapi keberuntungan mungkin memang sedang berpihak.. Teman saya tiba2 menghubungi saya (entah kok dia tau yaa?? kita lagi butuh bantuan.. wkwk). Well, petunjuk pertama adalah,, terbang dulu ke Timika.. Sebenarnya bisa juga dari Merauke,, tapi setelah kita berunding ber-6.. kita memutuskan ke Timika dulu karena disana ada rumah singgah bagi para dokter-dokter Asmat.. Hmm bagus juga,, berarti emang dokter2 yang ditugaskan disana pasti biasa singgah disana... Well,, kita pun langsung cari tiket Jypura-Timika ber-6. Bisa dibayangkan kita langsung booking 6 tiket, jadi pastinya ga bisa dapet besok, jadi masih ada beberapa hari di Jayapura.. Well,, jalan-jalan nyookkk... Hahaha...:D:D

Saturday 6 March 2010

Dilepas

Pengarahan tentang Papua selesai, dan kita pun mendapat pengarahan tentang PTT. Intinya adalah tentang gaji, hak dan kewajiban, cara-cara perpanjangan, dsb-dsb. Kita juga diberikan kesempatan untuk bertanya. Dan jelas, kami ini yang mungkin sebagian besar baru pertama kali PTT, pasti bertanya-tanya terutama tentang medan masing-masing kabupaten.

Saat kita menanyakan tentang Asmat, gambaran umum yang diberikan adalah kabupaten dataran rendah (kenyataannya bener-bener rendah, abis tergenang air mulu :D) dengan vegetasi rawa dan transportasi sungai. Hmm,, menarik..(awalnya..^^). Penjelasan selanjutnya menjadi kurang menarik, karena saya baru mendengar (waduh.. kayaknya musti lebih sering baca koran.. atau berita Asmat emang ga pernah masuk koran yaa??) bahwa ada 3 dokter yang meninggal beberapa bulan sebelum kita datang (doeennkk >.<). Cerita lebih lengkap nanti deh,, kalo ga post ini bakal panjang banget. Yang tak kalah mengherankan, kami tadinya tidak diberikan uang jalan, dan langsung disuru berangkat ke kabupaten, tanpa dibekali apapun, tanpa ditemani siapapun (ddhuueeennnkkk 2x >.<). Alasan uang jalan belum turun, dan baru dibayarkan kemudian, mendapat protes keras dari para dokter-dokter. Akhirnya setelah negosiasi, dan protes.. Dinkes prov setuju dengan mencairkan uang jalan terlebih dahulu dengan cara meminjam (entah pinjem dari mana,, saya juga kurang mengerti,, kan mereka udah tau ya kita dokter2 PTT mo dateng, kok ga disiapin???!!)

Well, setidaknya masalah uang untuk bisa beli tiket menuju tempat penugasan selesai. Tapi.. tapi.. kami dilepas begitu saja??? Tanpa pembimbing?? Oh my GOD -.-'

Jadi inilah kami, ber-5, dr. LV, dr. E, dr. J (bang Jo ^^), dr. DS, dr. TS, dan saya (sementara pake inisial dulu yaa,, abis pencatuman namanya belum diklarifikasi, hehehe,, ntar kena UU ITE lagi ;P;P). Kami rombongan Asmat, mulai mencari jalan sendiri menuju Asmat. Hmm, ini bukan di Jawa yang segala sesuatunya mudah dijangkau, bukan pula di Jakarta yang semuanya terhubung dengan jalan darat. So, pasti ini ga akan mudah...

Thursday 21 January 2010

Homo Homini Lupus

Siang ini, saat pulang naik angkot dari klinik tempat saya bekerja, saya tiba-tiba keinget dengan istilah 'Homo Homini Lupus'. Istilah latin yang berarti 'Manusia adalah serigala bagi sesamanya' ini, tiba-tiba masuk aja ke dalam pikiran saya setelah melihat ulah si supir angkot.
Jadi begini ceritanya.... di pertengahan jalan, angkot kuning yang saya tumpangi menjumpai angkot kuning lain. Entah gimana kejadian sebelumnya di angkot kedua itu, tampak ada sepeda motor yang terjatuh di belakang angkot kedua itu. Pikiran saya langsung berpikir, 'wah bisa rame nih...' Menurut pemahaman saya,, tu motor jatuh di belakang angkot, kemungkinan karena angkot di Indonesia (seperti kita tahu), sering ngerem super mendadak, dan mungkin si pengendara motor ga keburu injek rem, lalu jadi deh tabrakan itu.

Well, diluar itu, si supir angkot yang saya tumpangi melihat kejadian itu, lalu tiba-tiba mengerem (lagi-lagi mendadak ckckck...). Di situ juga ada beberapa pengendara motor dan orang-orang sekitar, meski emang ga begitu rame. Si supir angkot kedua (yang ditabrak) tampaknya sudah menguasai situasi dan emang udah siap naik mobilnya lagi. Dia melihat angkot yang saya tumpangi ngerem terus mundur (seperti biasa...:D), klakson-klakson.. Awalnya saya pikir emang niat nya mo bantuin temennya (yang notabene sama-sama angkot kuning dengan tujuan yang sama). Si supir angkot kedua pun udah angkat tangan, menandakan semua oke-oke. Eh, ternyata supir angkot yang saya tumpangi klakson-klakson,, dan teriak-teriak 'ayo mas, naik-naik, berangkat....' (o_O??)

Dalam hati, saya tertawa, dan langsung seketika istilah Homo Homini Lupus itu. Yah, di Jabodetabek tampaknya gambaran orang saling sikut, saling menjatuhkan emang ga usah di tutup-tutupin lagi. Dan istilah ini pas banget dan seketika menyentak hati kecil saya. Tahukah anda istilah ini pertama kali disebutkan oleh Plautus tahun 495, yang artinya lebih dari 1500 tahun yang lalu?? Jadi masih kah kita menjadi serigala bagi sesama kita?? Bahkan sudah lebih dari 1500 tahun, dan kita masih belum sadar juga??
Yah, semoga kisah sederhana ini menyadarkan kita akan pentingnya arti manusia. Kita ini manusia, bukan serigala.. Oke..:D

Wednesday 13 January 2010

'Dewasa'

Kontroversi film Suster Keramas (dan yang terbaru Bidadari Jakarta), mungkin ga sehebat dan sehingar-bingar kontroversi bank Century ataupun KPK. Namun, semenjak kontroversi akan datangnya Miyabi (yang akhirnya gagal atau 'ditunda'), film ini sepertinya pasti akan mengundang perhatian khalayak ramai. Akhirnya film bergenre horor ini dibintangi oleh Rin Sakuragi (yang juga sama-sama bintang 'panas') dari Jepang.
Saya memang belum sempat menonton film ini (biasa sibuk, xixixixi,, sok sibuk mode: on). Namun dari trailer film ini jelas sekali banyak terlihat adegan-adegan yang nyerempet2 dan hanya boleh ditonton oleh orang dewasa. Ga ketinggalan, MUI langsung mengeluarkan fatwa HARAM untuk film ini. Lembaga Sensor Film juga jelas memberi label DEWASA untuk film ini.
Ga tau kenapa, saya tiba-tiba ingat salah seorang teman saya yang men-share pengalamannya nonton di bioskop (gak tau niy, teman saya nonton suster keramas atau ga,, tapi yang pasti dia umur 21+ huehue ;p) dengan cara menuliskan status di salah satu situs jejaring sosial (baca: facebook hehehehe).
Dia menulis sebuah percakapan antara dia dengan si pak satpam (kira-kira begini, ga persis banget):
Teman saya: pak, kok itu anak SMA dibiarin nonton film Suster Keramas? Kan film dewasa pak..
Satpam: Iya itu udah ada tulisannya..
Teman saya: Iya pak, emang uda ada tulisannya, terus ga disuru nunjukkin KTP??
Satpam: Lha, kan udah ada tulisannya!! (agak sedikit kesel, soalnya temen saya ngeyel)..
Teman saya: *zziinngg.... (ngacir...;p)

Well, saya merasa lucu melihat percakapan itu. Kategori LSF udah tercantum gede-gede tapi hanya berfungsi seperti pajangan dan formalitas. Saya pun jadi ingat kategori-kategori yang terus-menerus menghiasi layar kaca TV kita (BO, SU, D, ada yang 17+, R). Apa jangan-jangan itu juga cuma pajangan biasa ya? Apa emang orang tua bener-bener membimbing anaknya kalo lagi nonton tayangan BO? Atau jangan-jangan BO kepleset artinya jadi Boleh (tanpa) Orangtua?? hehehehe...
Akhir-akhir ini banyak masyarakat mengeluhkan tayangan yang tidak mendidik, mengandung kekerasan, dsb. Mungkin sebelum menyalahkan orang lain, coba kita introspeksi, sudahkah kita mencermati kategori film yang akan kita tonton?? Baik itu film TV (yang sehari-hari kita tonton), DVD (baik bajakan ataupun ori hihihi), ataupun film bioskop, semua pasti memiliki kategori penonton. Hal ini, menurut saya, merupakan sistem kontrol yang membutuhkan ke'dewasa'an dan kesadaran penonton. Kalau bicara anak-anak, ya jelaslah membutuhkan kesadaran dan kontrol dari orang tua.
Jadi, sudah 'DEWASA' kah anda dalam memilih tontonan yang sesuai??

Wednesday 25 November 2009

Papua Sekilas Pandang

Ditengah ngantuk2 dan sedikit jet lag, sekitar 100 dokter PTT baru mengikuti pengarahan dari dr. Dolly tentang "Kebijakan Pembangunan Kesehatan Berwawasan Wilayah dan Berbasis Lokal" wooo... panjang bener judulnya, dan membuat kami setengah ngantuk setengah semangat untuk mengabdi (cie....^^). Ga kalah menarik, pembicara kedua Bp. Paminto tentang "Memahami Sejarah Kedaruratan di Papua".

Well, sebenarnya post tentang Papua ini pernah saya tuliskan di facebook (http://www.facebook.com/note.php?note_id=65248013636). Tapi kali ini saya tuliskan sedikit berbeda hehehe.... Inilah sedikit rangkuman akan pengarahan yang kami terima.... Kalo mo tau yang lebih lengkap?? Ikut PTT aja hehehehe.....^^

Papua, merupakan propinsi paling timur di Indonesia. Propinsi ini memiliki luas 317.062 km2, yang merupakan 20% dari seluruh luas Indonesia (besar dan luas....). Dari sekian itu penduduknya hanya 2.000.738 jiwa, yang artinya hanya 6 jiwa per km2 (hahaha, bisa dibayangkan kan luasnya...). Secara keseluruhan, terdapat 19 kabupaten, 1 kota, 282 distrik (alias kecamatan), 83 kelurahan, dan 3317 kampung. Termasuk masih ada sekitar 16 kampung terpencil yang sangat sulit terjangkau.

Dari jumlah puskesmas, terdapat 72 puskesmas rawat inap, dan 173 puskesmas non-rawat inap. Dari semuanya 99 diantaranya (40,4%) masih kekurangan dokter. Itu pun 1714 kampung belum memiliki sarana kesehatan. Akibatnya akses masyarakat ke pusat kesehatan terdekat, bisa antara 1 jam, sampai 22,8 jam (gile ampir seharian tuh...).

Jadi memang ga heran kalo jadi dokter di Papua membutuhkan tenaga yang tidak sedikit. Patroli dan puskesmas keliling membutuhkan waktu yang amat panjang, bahkan bisa sampai 2 minggu ga pulang2, tidur di speed, atau tidur di jalan. Kontur geografis Papua sendiri sangat beragam. Ada yang daerah pegunungan, dataran, sampai rawa-rawa bersungai. Alhasil, dokter harus melalui jalur udara (dokter terbang *hohoho), air (dokter air *wuszzzz), atau darat (dokter jalan kaki *doenk???)^^;p

Masalah kompleks menghadang dan menantang kita para dokter. Masalah-masalah tersebut, mulai dari wabah penyakit, faktor geografis seperti gempa, tsunami, longsor, dan banjir, sampai budaya tradisional yang masih sangat primitif. Well, sekilas itulah gambaran kondisi medan yang akan kami hadapi... Bingung, ragu-ragu, namun penuh tekad, kami akan bertugas...^^

Monday 16 November 2009

On Board

Fiuhh,, ini mungkin pengalaman naik pesawat terbang yang terlama... hehehe.... (ketauan deh kampungannya...^^). Bagaimana nggak, saya melewati pergantian bulan di dalam pesawat wkwkwk...

Well, di pesawat perbincangan dan perkenalan antar dokter mulai semakin hangat. Kami pun saling bertanya tentang latar belakang pekerjaan dan pendidikan. Dokter-dokter PTT datang dari berbagai universitas, dan memiliki berbagai pengalaman.

Ada dokter yang memang baru lulus (seperti saya^^), ada juga dokter yang sudah pernah PTT sebelumnya, dan kini dia mo PTT lagi (wah, spesialis PTT ya hahaha^^). Satu pengalaman menarik, ada seorang dokter yang sebelumnya telah bekerja cukup lama di bidang farmasi dan menjadi manager salah satu perusahaan farmasi. Mendengarkan cerita dan pengalaman beliau, saya menangkap dia sudah mendapatkan fasilitas cukup dan yah, secara umum udah enak lah. Lalu, beliau meninggalkan semuanya, dan memilih jalur PTT. Ga tanggung-tanggung, PTT nya pun di tempat sangat terpencil lagi... Hmm.. yah, mungkin ini lah yang dinamakan panggilan mengabdi seorang dokter..

Pesawat transit dua kali, pertama di Bali. Yah, sampe di Bali jam 2 pagi waktu setempat (alias WITA). Alhasil, bandara Ngurah Rai sepi abis. Cuman ada beberapa penumpang yang akan naik, dan segelintir penumpang yang turun untuk sekedar meluruskan kaki atau sekedar berjalan-jalan. Nah, tips nih, sebaiknya jika anda naik pesawat terbang yang sangat lama, alias dalam posisi duduk yang cukup lama, sebaiknya anda memanfaatkan waktu untuk tetap meluruskan kaki dan berjalan-jalan. Ini penting lho agar menjaga pembuluh darah kaki tetap lancar..

Lepas dari Bali, di tengah jalan, matahari terbit...Wah, pagi sudah menyambut, dan jam 7 WIT kita sampai di Timika. Bandara Moses Kilangin ini dibuat atas bantuan PT. Freeport, dan wow, sangat keren sekali. Jauh dari impian saya yang menganggap Papua itu masih serba tertinggal. Bandara nya emang sama sekali gak berpagar, hehe, tapi cukup luas dan bersih..Keren...^^

Finally, kira-kira pukul 09.30 WIT, sampailah kita di Bandar Udara Sentani Jayapura. Tulisan "Welcome To Jayapura" menyambut kami di pintu kedatangan. Dan, yah, bandara ini kalah teratur dibandingkan Timika. Bahkan cenderung ruwet >.<..

Setelah berkutat dengan berbagai bagasi dan barang-barang yang super banyak hehehe.. berangkatlah kita menuju penginapan.. Hmmpf,, hari ini dijadwalkan kita langsung ada pertemuan di Dinas Kesehatan, soo.. artinya ga ada kesempatan buat tidur....T.T... ngantuukk...

Thursday 12 November 2009

Departure...Bye Jakarta...

Detik demi detik berlalu, tak terasa jam sudah menunjukkan waktu pukul 19.00 WIB. Artinya aku harus segera berangkat menuju ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Sebelumnya kami rombongan dokter PTT Papua udah janjian duluan untuk ketemuan jam 21.00 WIB sekaligus ketemu dengan pengantar dari Depkes.

Yap, Papua, provinsi paling timur Indonesia menjadi tujuan saya untuk berangkat PTT alias menjalani masa bakti (weits....^^). Setelah pengarahan kemarin dan berkenalan dengan teman2 dokter PTT juga, saya dijadwalkan berangkat malam ini. Ugh, penerbangan malam, artinya nyampe besok pagi, dan artinya juga kemungkinan jet lag (huehuehue...).

Pukul 21.00 WIB kami berkumpul ketemuan, dan tiket pun baru dibagi untuk selanjutnya check-in. Ternyata kami ini berangkat di flight kedua, dan setelah saya perhatikan, kami ber-12 ini sebagian besar merupakan lulusan luar Jakarta yang berangkat dari Jakarta hehehe... Sebelumnya flight pertama berisi full dokter-dokter yang sepertinya merupakan lulusan Jakarta dan memang berangkat dari Jakarta.

Situasi check-in saat itu sepi, mungkin jg karena sudah malam dan penerbangan pun sudah jarang. Kita mulai liat-liat barang-barang, secara temen2 dokter banyak banget membawa barang2. Sebelumnya barang saya, sudah saya timbang dan sudah saya sesuaikan dengan kapasitas bagasi pesawat (yakni pas 20 kg hehehe...). Well, alhasil setelah diakalin gimana juga tetep over bagage (wkwkwk...). So pesen saya sih perkirakan dengan baik barang bawaan anda, soalnya over bagage tuh ga murah hehehe..;p

GA 652 dijadwalkan berangkat pukul 23.25 WIB dan sampe jam 09.00 WIT. Selepas check-in, masih ada waktu sebelum boarding, dan masing-masing dokter menggunakan waktu ini untuk bercengkrama sebentar dengan orang tua dan pengantar (entah itu istri atau suami, ataupun anak...^^). Obrolan pun terputus saat pengumuman panggilan agar para penumpang masuk ke ruang tunggu. Well, goodbye Jakarta, sampai kita bertemu lagi... Now it's time to leave to Jayapura..